Diamnya Penegak Hukum, Cukong Tambang Ilegal di Parigi Moutong Kian Perkasa

Rizal sugiarto S.H, Beliau Juga AKtiv sebagai pengacara/lowyers Yang Suda Sangat Di Kenal di Kota palu. Dan beliau juga pro aktiv dalam kegiatan sosial, dan kepemudaan.

Harianmetropolis.com, Parigi Moutong — Di tengah kerusakan lingkungan yang makin mengkhawatirkan akibat aktivitas tambang emas ilegal di Kabupaten Parigi Moutong, kritik tajam datang dari praktisi hukum sekaligus aktivis kepemudaan Sulawesi Tengah, Rizal Sugiarto, S.H. Menurutnya, lemahnya respons aparat penegak hukum membuka ruang bagi cukong-cukong tambang untuk terus beroperasi tanpa hambatan.

“Saya pernah langsung menghubungi Kapolres Parigi Moutong. Waktu itu beliau berjanji akan menindaklanjuti dugaan tambang ilegal. Tapi hingga kini tak ada langkah konkret. Ini tentu menimbulkan tanda tanya besar—apa yang sebenarnya terjadi?” ujar Rizal, yang saat ini juga menjabat sebagai Wakil Ketua KNPI Provinsi Sulawesi Tengah.

Sebagai pengacara yang juga aktif dalam advokasi lingkungan, Rizal menyoroti bahwa penindakan selama ini hanya menyasar para pekerja tambang yang berada di garis depan. Sementara pemodal utama yang menyuplai alat berat, logistik, dan mendistribusikan hasil tambang justru seolah kebal hukum.

Parigi Moutong bukan pemain baru dalam isu tambang ilegal. Sejumlah titik yang diketahui marak aktivitas ilegal di antaranya:

  • Desa Lobu, Kecamatan Moutong, tempat longsor yang menewaskan lima penambang.

  • Desa Buranga, Kecamatan Ampibabo, lokasi tambang yang pernah menelan korban jiwa.

  • Desa Kayuboko, Kecamatan Parigi Barat, dan beberapa wilayah lain yang kini ramai dengan alat berat beroperasi tanpa izin.

Selain membahayakan nyawa, tambang ilegal juga mencemari lahan pertanian dan merusak ekosistem sungai di wilayah Bolano, Lambunu, hingga Tinombo Selatan.

“Ini bukan lagi soal tambang ilegal semata, tapi sudah menjadi kejahatan terorganisir yang melibatkan banyak kepentingan. Sayangnya, penegakan hukum masih lemah di akar persoalan,” lanjut Rizal.

Dalam pernyataannya, Rizal mengingatkan bahwa tambang tanpa izin merupakan tindak pidana berat, sebagaimana diatur dalam:

  • Pasal 158 UU No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, dengan ancaman pidana 5 tahun penjara dan denda hingga Rp100 miliar.

  • Pasal 55 KUHP, untuk pihak yang turut serta atau menyuruh melakukan.

  • UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Menurutnya, sudah saatnya aparat penegak hukum bergerak lebih transparan dan berani mengungkap siapa saja yang berada di balik layar praktik tambang emas ilegal yang menggurita di daerah tersebut.

“Jika hukum benar-benar ditegakkan secara adil, tidak sulit bagi aparat untuk menelusuri siapa pemodal utamanya. Jangan biarkan hukum jadi alat yang hanya tajam ke bawah tapi tumpul ke atas,” tutup Rizal.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *