PALU — Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Sulawesi Tengah melayangkan tudingan serius terhadap Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Tolitoli, Albert Napitupulu, atas dugaan kriminalisasi terhadap seorang kontraktor bernama Beny Chandra. Dalam konferensi pers yang digelar Selasa (1/7/2025) di Kantor LBH Sulteng, Palu, Direktur LBH, Julianer Aditia Warman, menyatakan pihaknya tengah menempuh berbagai jalur hukum guna membela hak-hak kliennya.
Kontraktor pelaksana proyek Pasar Rakyat Dakopamean senilai Rp5,6 miliar itu ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejari Tolitoli pada 30 Juni 2025, hanya berselang beberapa hari setelah ia menagih sisa pembayaran proyek senilai Rp3,2 miliar ke Pemerintah Daerah. LBH Sulteng menduga kuat bahwa penetapan tersangka tersebut sarat kepentingan dan mengarah pada kriminalisasi yang disengaja.
“Kami menduga ada tekanan dan motif tertentu di balik penetapan tersangka ini. Klien kami justru menjadi korban setelah menagih haknya kepada negara,” ujar Julianer.
Dalam pemaparan yang disampaikan oleh Deputi Direktur LBH Sulteng, Rusman Rusli, disebutkan bahwa Beny sempat diminta menyerahkan sertifikat tanah sebagai jaminan pembayaran “utang pribadi” senilai Rp1 miliar yang disebut-sebut atas permintaan eks Kepala Kejati Sulteng, Sampe Tuah.
“Permintaan itu disampaikan langsung oleh Kajari di ruang kerjanya. Bahkan, Pak Kajari saat itu menelepon seseorang yang mengaku bernama Sampe Tuah dan membuka percakapan di hadapan Beny,” terang Rusman.
Tak hanya itu, Beny disebut menerima lima kali surat panggilan saksi yang beberapa di antaranya dikirim tidak melalui prosedur resmi, melainkan lewat ketua RT dan perantara lain yang tidak sah menurut hukum acara pidana.
LBH Sulteng telah menyusun laporan resmi ke Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas) dan Komisi III DPR RI. Laporan itu disertai rekaman percakapan, kronologi kejadian, serta dokumen-dokumen penting yang mendukung dugaan kriminalisasi dan pemerasan.
“Ini bukan semata-mata soal pembelaan klien, tapi juga menyangkut integritas penegakan hukum. Kami tidak ingin praktik yang mencoreng wibawa kejaksaan dibiarkan terjadi di daerah,” tambah Julianer.
Pihak LBH juga menyatakan akan mengajukan gugatan praperadilan untuk menguji keabsahan proses hukum terhadap Beny Chandra yang mereka nilai janggal sejak awal.
Hingga berita ini diturunkan, Kepala Kejaksaan Negeri Tolitoli belum memberikan pernyataan resmi terkait tudingan dari LBH Sulteng. Sementara itu, informasi internal Kejari menyebut kerugian negara dalam proyek pasar tersebut mencapai Rp669 juta berdasarkan audit internal.
Namun, LBH menegaskan bahwa proyek telah rampung 100% dan telah diperiksa oleh inspektorat sebelum diserahterimakan. “Jika ada indikasi kerugian negara, mengapa pencairan tetap dilakukan dan penyerahan fisik tidak dibatalkan?” ujar Rusman.
LBH berharap laporan ini dapat segera ditindaklanjuti oleh Komisi Kejaksaan dan Kejaksaan Agung. Mereka juga meminta DPR RI menggelar rapat dengar pendapat (RDP) khusus terkait kasus ini untuk menjamin tidak ada penyalahgunaan wewenang oleh aparat penegak hukum.