Palu, HarianMetropolis.com — Polemik penetapan Presiden Mahasiswa (Presma) Universitas Tadulako (UNTAD) terus bergulir setelah rektorat tidak menerbitkan Surat Keputusan (SK) pengesahan terhadap Asrar, kandidat yang memenangkan Pemilihan Umum Raya (Pemira) 2025 dengan perolehan suara terbanyak.
Wakil Rektor UNTAD, Dr. Ir. Sagaf, MP, M.Si., yang diberi kewenangan menjawab konfirmasi resmi, menjelaskan bahwa keputusan rektor bukan tanpa dasar. Proses evaluasi panjang telah dilakukan, termasuk mediasi antar paslon dan pembentukan satuan tugas oleh rektorat.
“Pemira dilaksanakan oleh Majelis Mahasiswa. Setelah hasilnya diumumkan, muncul gugatan antar pasangan calon. Paslon 2 menggugat paslon 1 (Asrar) karena wakilnya dianggap tidak memenuhi syarat administratif, yaitu tidak memiliki pengalaman organisasi kampus yang di-SK-kan oleh rektor,” jelas Dr. Sagaf kepada HarianMetropolis.com, Minggu (29/6/2025).
Wakil dari Asrar disebut hanya baru ditunjuk sebagai Sekretaris BEM Fakultas Hukum oleh pengurus saat itu, diduga untuk melengkapi persyaratan administratif secara instan. Sementara itu, paslon 3 juga dianggap tidak memenuhi syarat karena tidak membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT), yang membuat status akademiknya tidak aktif.
“Saat mediasi di ruangan saya, ditemukan bahwa hanya paslon 2 yang tidak bermasalah secara administratif. Maka itu yang kami teruskan ke rektor sebagai pertimbangan,” ujar Sagaf.
Tak lama setelah proses itu, muncul laporan terhadap Asrar dari PPKPT (Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Perguruan Tinggi), lembaga resmi kampus yang menangani kekerasan seksual dan kekerasan lainnya. Laporan tersebut ditindaklanjuti dengan pembentukan satuan tugas (Satgas) oleh rektor.
“Satgas ini terdiri dari unsur gabungan, termasuk PPKPT. Mereka meninjau kasus dari aspek hukum, etika, dan peraturan kampus. Dari hasil itu, diterbitkan SK Rektor Nomor 4845/UN28/HK.02/2025,” kata Sagaf.
Dalam SK tersebut, rektor menjatuhkan sanksi administratif tingkat sedang kepada Asrar, berupa:
-
Penundaan mengikuti kegiatan akademik (perkuliahan) selama satu semester ganjil tahun akademik 2025–2026.
-
Pengurangan hak lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sagaf menambahkan, informasi detail mengenai pelanggaran tidak dibuka ke publik karena menyangkut privasi dan etika.
“Kami ingin menjaga situasi tetap tenang. Pak Rektor telah mempertimbangkan semua temuan secara matang dan menggunakan hak prerogatifnya. Yang penting sekarang adalah mendukung agar BEM bisa berjalan demi kemajuan mahasiswa dan kampus,” tutupnya.
Saat dikonfirmasi oleh HarianMetropolis.com, Asrar menyampaikan bahwa dirinya belum menerima salinan resmi SK Rektor terkait sanksi tersebut, namun ia membenarkan adanya informasi yang beredar di lingkungan kampus.
“Saya belum menerima SK itu secara langsung. Tapi saya tahu soal isu itu. Saya tetap berpegang pada hasil Pemira, bahwa saya dipilih oleh lebih dari 50 persen mahasiswa secara sah dan terbuka,” ujar Asrar melalui pesan WhatsApp.
Asrar juga mengungkapkan bahwa ia sedang mempertimbangkan langkah hukum dan keberatan administratif terhadap keputusan rektorat yang dinilainya tidak transparan.
“Kalau memang ada proses yang menurut saya tidak sesuai dengan asas keadilan dan aturan kampus, saya akan ajukan keberatan secara resmi,” tambahnya.
Ia juga mengimbau agar mahasiswa tetap berpikir jernih dan tidak kehilangan semangat dalam memperjuangkan proses demokrasi yang sehat di kampus.
Hingga berita ini dimuat, HarianMetropolis.com masih berupaya memperoleh tanggapan lengkap dari Asrar mengenai sanksi dan proses Pemira. Pihak redaksi tetap membuka ruang klarifikasi dan hak jawab kapan pun dibutuhkan.