UNTAD PALU – Situasi di lingkungan Universitas Tadulako (Untad) Palu semakin memanas. Dugaan praktik intimidasi, penyalahgunaan wewenang, dan intervensi politik dalam proses demokrasi kampus kini menyeret nama Ketua Majelis Mahasiswa (MM) Untad, Farhan Mubina.
Dalam sebuah tangkapan layar pesan WhatsApp yang beredar dan telah diverifikasi oleh redaksi, Farhan Mubina secara terang-terangan menyampaikan ancaman kepada Asrar, pemenang mutlak Pemilihan Umum Raya (Pemira) Presiden Mahasiswa Untad 2025.
“DAN SAYA JAMIN PAK PRES KALAU ITU POSTINGAN TIDAK DI CAPUT, KEPUTUSAN YANG LAHIR DARI MM ITU KASIH GUGUR KOMIU.”
Pesan tersebut memicu gelombang kecaman dari kalangan mahasiswa dan aktivis kampus. Pasalnya, isi pesan itu dinilai sebagai ancaman langsung terhadap hak berpendapat serta bentuk intervensi lembaga kemahasiswaan untuk menggugurkan kandidat terpilih yang sah berdasarkan suara mayoritas mahasiswa.
Asrar, yang berhasil meraih lebih dari 53 persen suara dalam Pemira Untad 2025, menyebut pesan Farhan sebagai bukti nyata bahwa demokrasi di kampus tengah dihancurkan secara sistematis oleh oknum-oknum yang berada di lingkaran kekuasaan mahasiswa sendiri.
“Saya sangat prihatin dan marah. Ini bukan sekadar ancaman terhadap saya pribadi, tapi terhadap seluruh mahasiswa Untad. Apa gunanya Pemira jika Ketua MM bisa seenaknya mengancam dan menggugurkan hasil suara mahasiswa?” ujar Asrar.
Lebih lanjut, Asrar menilai, skorsing yang dijatuhkan kepadanya serta proses pengguguran dari kursi presiden mahasiswa bukan murni prosedural, melainkan hasil dari permainan politik kotor di internal kampus.
“Saya dilaporkan, laporan tidak terbukti, tapi tetap diskorsing. Lalu Ketua MM kirim pesan ancaman. Ini jelas sudah ada skenario politik. Kalau model begini dibiarkan, kampus akan menjadi panggung kediktatoran, bukan pendidikan,” tegasnya.
Pakar organisasi mahasiswa di lingkungan kampus menilai bahwa lembaga seperti Majelis Mahasiswa (MM) seharusnya bersifat netral, menjadi pengawal demokrasi dan penjaga etika organisasi. Namun dalam kasus ini, MM justru terindikasi menjadi alat tekanan politik terhadap kandidat yang tak diinginkan.
“Ini pelanggaran etika berat. Ketua MM mengancam kandidat pemenang, hanya karena perbedaan sikap atau keberanian menyuarakan kebenaran. Jika ini dibiarkan, maka sistem perwakilan mahasiswa telah gagal total,” ujar salah satu pengurus organisasi mahasiswa yang enggan disebutkan namanya.
Tidak tinggal diam, Asrar menyatakan akan menempuh langkah hukum. Ia berencana menggandeng tim kuasa hukum dan melaporkan kasus ini sebagai bentuk intimidasi, pelanggaran etika organisasi, dan penyalahgunaan wewenang oleh pejabat lembaga mahasiswa.
“Saya sudah siapkan bukti dan saksi. Ini bukan hanya soal saya, ini soal masa depan demokrasi kampus. Kalau saya diam, nanti yang lain bisa mengalami hal yang sama. Saya akan lawan,” ujarnya.
Situasi ini juga menimbulkan pertanyaan besar: di mana posisi dan sikap pimpinan kampus? Rektor Untad hingga saat ini belum memberikan pernyataan resmi terkait dugaan keterlibatan lembaga mahasiswa dalam menggugurkan pemenang Pemira.
Asrar dan para pendukungnya mendesak agar pimpinan kampus turun tangan segera, melakukan investigasi independen, dan menindak tegas siapa pun yang terbukti menyalahgunakan jabatan untuk kepentingan politik sempit.
Hingga berita ini diterbitkan, Farhan Mubina belum memberikan klarifikasi resmi atas pesan intimidatif yang dikirimkannya kepada Asrar.