Parigi Moutong, Harianmetropolis.com – Kepala Desa Anutapura, Kecamatan Bolano Lambunu, Kabupaten Parigi Moutong, Uffi, mendesak pemerintah daerah dan aparat penegak hukum untuk segera menghentikan secara permanen seluruh aktivitas pertambangan emas tanpa izin (PETI) di wilayah Tirtanagaya. Pernyataan itu disampaikan menyusul peristiwa longsor di Gunung Talenga yang menimbun 7 orang, dan 3 di antaranya adalah warga desa anutapura pada 18 Juni 2025.
Dalam wawancara bersama wartawan Harianmetropolis.com pada Senin, 23 Juni 2025, Uffi menyampaikan rasa duka mendalam atas bencana yang menimpa warganya, serta kekhawatiran serius terhadap dampak tambang ilegal yang selama ini merusak lingkungan dan membahayakan keselamatan penduduk.
“Saya sangat terpukul. Tiga dari tujuh korban adalah warga saya sendiri. Bencana ini harus jadi peringatan. Pemerintah tidak boleh diam. Kami minta tambang ilegal ditutup secara permanen,” tegas Uffi.
Uffi menekankan bahwa meski longsor dipicu curah hujan tinggi, kondisi tanah yang sudah rusak akibat tambang emas ilegal diyakini turut memperparah bencana. Menurutnya, kawasan Gunung Talenga dan sekitarnya telah lama mengalami kerusakan akibat aktivitas galian liar.
“Tanahnya sudah gundul, kontur bukit terganggu. Sekarang nyawa orang jadi taruhannya,” ujarnya.
Uffi juga menjelaskan bahwa para korban bukanlah penambang, melainkan kelompok tukang sensor kayu yang bekerja untuk kebutuhan sehari-hari.
Hasil Investigasi: Ada Nama-Nama Cukong Tambang
Harianmetropolis.com menemukan dugaan keterlibatan beberapa cukong dalam aktivitas tambang ilegal di wilayah Bolano Lambunu. Berdasarkan keterangan warga yang meminta identitasnya dirahasiakan demi keamanan, nama-nama inisial berikut disebut sebagai pengendali aktivitas PETI di Gunung Dengki dan Gunung Duyu, wilayah Desa Tirtanagaya:
➡️ IND, Bunda TM, HR, SRI, DRT, ABA, ICL, dan ISH
Mereka diduga berasal dari luar daerah, namun ada juga yang merupakan pelaku lokal. Para cukong ini disebut membawa masuk alat berat seperti ekskavator, mengatur distribusi material, dan mengendalikan pekerja di lapangan.
“Sudah lama mereka kerja di situ. Tapi semua seperti dibiarkan. Sekarang baru ribut setelah ada korban,” ungkap sumber warga yang tak ingin disebutkan namanya.
Setelah kejadian longsor, sejumlah ekskavator dilaporkan mulai ditarik turun dari lokasi tambang. Namun warga setempat meragukan bahwa penghentian itu bersifat permanen.
“Biasanya kalau ada yang ribut, mereka diam sebentar. Nanti naik lagi. Kalau tidak ada tindakan dari pemerintah dan polisi, ini akan terus terulang,” kata salah satu warga.
Uffi berharap pemerintah kabupaten, provinsi, hingga aparat penegak hukum benar-benar serius menangani persoalan tambang ilegal ini. Ia mengingatkan bahwa keselamatan warga jauh lebih penting daripada keuntungan segelintir pihak.
“Sudah cukup korban. Jangan tunggu ada nyawa melayang lagi. Negara harus hadir sebelum tanah ini habis dan rakyatnya ikut terkubur,” tutup Uffi.
Reporter: Taufik
Editor: Redaksi Harianmetropolis.com – Sulawesi Tengah
📍 Pantau terus liputan investigasi kami terkait tambang emas ilegal di Parigi Moutong dan dampaknya terhadap lingkungan dan masyarakat.