PALU – Penurunan drastis kepercayaan publik terhadap institusi Polri kembali memperkuat pandangan bahwa aparat penegak hukum belum mampu menjadi pelindung dan pengayom yang adil bagi seluruh warga negara.
Dalam pertemuan bersama jajaran Polres se-Sulawesi Tengah, Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda Sulteng Kombes Pol. Fery Nur Abdullah secara terbuka mengakui merosotnya kepercayaan masyarakat terhadap institusinya.
“Berdasarkan survei Litbang Kompas, tingkat kepercayaan publik terhadap Polri turun dari 73 persen pada Juli 2024 menjadi hanya 7,4 persen pada Januari 2025,”
— Kombes Pol. Fery Nur Abdullah, Dirkrimsus Polda Sulteng
Ia menyebut penegakan hukum sebagai salah satu faktor utama penyebab krisis kepercayaan.
“Ini menjadi alarm serius. Penegakan hukum adalah salah satu penyebab utama yang membuat masyarakat kehilangan kepercayaan, selain persoalan keamanan dan pelayanan publik.”
Fery juga menyoroti lemahnya penanganan perkara yang sering menjadi bahan kritik masyarakat.
“Memang masih ada kendala teknis dan taktis dalam penyelesaian perkara, dan ini yang harus kita perbaiki bersama.”
Tak hanya itu, menurutnya, hasil survei LSI menunjukkan sebagian masyarakat bahkan mulai mempertimbangkan lembaga alternatif sebagai pengganti Polri dalam menerima laporan hukum.
“Sebagian masyarakat mendukung adanya lembaga alternatif untuk menerima laporan hukum. Ini menjadi tantangan serius.”
Sebagai respons atas krisis kepercayaan tersebut, Ditkrimsus Polda Sulteng menjanjikan pembenahan internal. Salah satunya dengan menjadwalkan gelar perkara secara berkala.
“Kita akan menggelar evaluasi perkara maksimal setiap tiga bulan. Untuk tingkat Polda, bisa dilakukan setiap hari jika diperlukan, bahkan melalui video conference.”
“Di tingkat Polres, gelar perkara rutin akan dilaksanakan setiap hari Rabu. Tidak ada perkara yang terlalu sulit untuk diselesaikan.”
Meski demikian, Fery juga mengakui keterbatasan sumber daya manusia sebagai hambatan dalam optimalisasi kerja aparat.
“Kami memang terbatas dalam jumlah, oleh karena itu kami harapkan dukungan dari organisasi masyarakat dan media sebagai mitra pengawasan dan informasi publik.”
Ia pun menekankan pentingnya komunikasi terbuka antara penyidik dan pelapor.
“Penyidik harus terbuka kepada pelapor agar tidak terjadi miskomunikasi. Jangan sampai salah persepsi memperburuk citra kita.”
“Kita tidak bisa lagi hanya mengandalkan keadilan prosedural. Penegakan hukum harus menyentuh keadilan substansial—harus menyelesaikan persoalan yang benar-benar dirasakan masyarakat.”
Namun, di tengah berbagai pernyataan komitmen tersebut, publik masih menanti bukti nyata. Sebab, selama penegakan hukum dianggap tumpul ke atas dan tajam ke bawah, kepercayaan yang telah hilang tidak akan mudah untuk kembali.