SIGENTI, SULTENG — Ratusan warga yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Sigenti Bersatu menggelar aksi damai di depan Kantor Desa Sigenti, Kecamatan Tinombo Selatan, Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, pada Senin, 28 April 2025. Aksi tersebut merupakan puncak dari kekecewaan masyarakat terhadap Kepala Desa Sigenti yang dinilai telah melanggar berbagai ketentuan perundang-undangan serta mengabaikan aspirasi warga.
Aksi yang berlangsung tertib itu disertai dengan pembakaran ban bekas dan penyegelan kantor desa sebagai bentuk protes terhadap tindakan kepala desa. Dalam aksi tersebut, aliansi masyarakat juga membawa petisi usulan pemberhentian kepala desa yang telah ditandatangani oleh lebih dari 1.000 warga, termasuk tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh perempuan, tokoh pemuda, dan elemen masyarakat lainnya.
Menurut Ahmad, Koordinator Lapangan aksi yang juga merupakan tokoh pemuda Desa Sigenti, laporan masyarakat atas dugaan penyimpangan kepala desa telah diajukan ke Inspektorat Kabupaten namun tak kunjung ditindaklanjuti.
“Kami sudah berulang kali menyampaikan laporan ke Inspektorat, tapi sampai hari ini tidak ada kejelasan. DPRD bahkan sudah memfasilitasi RDP dua kali, tapi hasilnya nihil. Masyarakat justru diintimidasi oleh kepala desa karena menyuarakan kebenaran,” ujar Ahmad.
Aliansi juga menyoroti adanya intimidasi terhadap sejumlah warga yang menyuarakan aspirasi di media sosial dan lingkungan masyarakat. Bahkan, Kepala Desa Sigenti diduga menghalangi warga untuk menyampaikan pendapat, yang kemudian berdampak pada situasi sosial yang tidak kondusif di desa.
Selain itu, ketidakhadiran kepala desa dalam momen penting seperti Pemungutan Suara Ulang (PSU) dianggap sebagai bentuk pembangkangan terhadap proses demokrasi, sekaligus menghambat pelayanan publik karena tidak ada pemimpin aktif yang menjalankan roda pemerintahan desa.
“Kepala desa tidak hadir saat PSU. Itu bukan hanya bentuk pembangkangan, tapi juga bisa menginspirasi masyarakat untuk golput. Ini sangat berbahaya bagi demokrasi dan jelas memperburuk pelayanan publik,” tambah Ahmad.
Masyarakat menilai Kepala Desa Sigenti telah melanggar ketentuan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa serta Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024 sebagai perubahan kedua atas UU tersebut. Tuntutan pemberhentian juga merujuk pada Pasal 30 ayat (1) dan (2) serta Permendagri Nomor 66 Tahun 2017 tentang Pemberhentian Kepala Desa.
“Kami membawa lebih dari seribu tanda tangan sebagai bukti bahwa ini bukan gerakan segelintir orang. Ini suara rakyat. Kami hanya ingin desa kami dipimpin oleh orang yang layak dan taat hukum,” tegas Ahmad.
Hingga berita ini diturunkan, pihak pemerintah daerah belum memberikan pernyataan resmi terkait usulan pemberhentian tersebut. Masyarakat berharap, dengan desakan kuat dari berbagai elemen, pemerintah segera mengambil sikap tegas demi menjaga stabilitas dan pelayanan publik di Desa Sigenti.