Pemenang Pemira Untad Diskorsing, Asrar: Ini Bentuk Penyalahgunaan Wewenang!

UNTAD PALU – Keputusan sepihak Rektor Universitas Tadulako (Untad) Palu yang menjatuhkan sanksi kepada Asrar, pemenang Pemilihan Umum Raya (Pemira) Presiden Mahasiswa (Presma) Untad 2025, menuai kecaman. Asrar menilai keputusan itu bukan hanya tidak berdasar, tapi juga berbau penyalahgunaan kekuasaan oleh oknum yang tidak menghendakinya memimpin.

Asrar memenangkan Pemira Untad dengan dukungan lebih dari 53 persen suara mahasiswa, mengalahkan dua pasangan lainnya secara telak. Namun kemenangan itu dirampas lewat sebuah surat keputusan yang menjatuhkan sanksi skorsing, diduga kuat berdasarkan laporan tanpa bukti.

“Ini jelas tidak adil. Saya menang secara sah, tapi kemudian digugurkan hanya karena laporan tanpa dasar. Tidak ada pembuktian, tapi saya tetap disanksi. Ini bentuk penyalahgunaan wewenang, seolah-olah hukum kampus hanya milik segelintir orang yang punya kekuasaan,” tegas Asrar dengan nada kecewa.

Ia juga mempertanyakan integritas dan objektivitas Satgas PPKPT (Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual dan Perundungan), yang menurutnya menjadi alat untuk menjatuhkan lawan politik di internal kampus.

“Laporan terhadap saya tidak terbukti. Tapi saya tetap dijatuhi sanksi. Kalau ini dibenarkan, kampus bisa jadi ladang pembunuhan karakter. Siapa saja bisa dijatuhkan hanya dengan satu laporan palsu. Ini bukan soal saya pribadi, tapi soal masa depan demokrasi kampus,” kata Asrar.

Lebih jauh, ia menyebut keputusan yang dibuat tanpa konfirmasi langsung dan belum diberikan secara resmi kepadanya, mencerminkan proses hukum yang semena-mena.

“Sampai sekarang saya belum terima fisik surat keputusan. Tapi anehnya, dokumen itu sudah beredar luas. Ini patut diduga sebagai upaya pembunuhan karakter yang disengaja. Saya tidak akan tinggal diam,” ucapnya.

Asrar mendesak Rektor dan jajaran kampus untuk terbuka, objektif, dan menghentikan praktik-praktik yang menurutnya dapat mencoreng marwah Untad sebagai lembaga pendidikan tinggi.

“Saya akan menempuh jalur konstitusional. Jika perlu, saya akan ajukan banding dan membawa masalah ini ke ranah hukum. Demokrasi kampus harus diselamatkan dari cengkeraman kekuasaan yang abuse,” tutupnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *