Harianmetropolis.com
Sumatera Utara – Sabtu, 06 September 2025
Kasus dugaan pemalsuan surat di Puskesmas Harian, Kabupaten Samosir, kembali mencuat setelah Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Sumatera Utara menerbitkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) kepada pelapor, Bilmar Delano Sidabutar. Meski laporan polisi telah dibuat sejak November 2023, hingga Juni 2025 perkara ini belum juga menelurkan tersangka.
Lalu, apa sebenarnya yang terjadi di balik lambannya penanganan kasus ini?
Kasus bermula dari laporan Bilmar Delano Sidabutar pada 9 November 2023 dengan Nomor: LP/B/1356/XI/2023/SPKT/Polda Sumut. Ia menuding adanya pemalsuan dokumen di Puskesmas Harian, Kecamatan Harian, Samosir. Dugaan ini diperkuat setelah ditemukannya dokumen yang dianggap tidak autentik, diduga disusun untuk kepentingan administratif tertentu.
Perkara ini masuk dalam kategori tindak pidana pemalsuan surat sebagaimana diatur Pasal 263 KUHP, yang ancamannya bisa mencapai enam tahun penjara. Namun, sejak laporan diterima, penyelidikan berjalan panjang tanpa kepastian. Baru pada Mei 2025, penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan, artinya kasus ini resmi naik status.
Setidaknya 16 orang telah diperiksa penyidik sebagai saksi. Hampir seluruhnya adalah tenaga kesehatan yang bekerja di Puskesmas Harian. Dari bidan, perawat, hingga dokter, satu per satu dipanggil untuk dimintai keterangan.
Nama-nama seperti Cristina N. Sihotang, Epiphanias Tambun, Susanti Berutu, hingga dr. Sinta Theodora tercatat dalam daftar saksi. Mereka diminta menjelaskan prosedur administrasi, mekanisme pembuatan dokumen, dan siapa saja yang berperan dalam penerbitan surat yang kini dipersoalkan.
Pelapor, Bilmar Delano Sidabutar, menegaskan bahwa dugaan pemalsuan bukan persoalan pribadi, melainkan menyangkut kredibilitas layanan kesehatan publik. “Kalau dokumen kesehatan bisa dipalsukan, masyarakat yang dirugikan. Ini bukan soal saya, tapi soal tanggung jawab negara dalam pelayanan dasar,” ujarnya saat dikonfirmasi.
Meski laporan dibuat sejak 2023, SP2HP terbaru baru dikeluarkan pada 25 Juni 2025. Itu berarti hampir dua tahun penuh kasus ini menggantung di meja penyidik.
Waktu yang panjang inilah yang menimbulkan pertanyaan. Mengapa perkara dugaan pemalsuan surat yang secara hukum relatif sederhana justru berlarut-larut? Sejumlah pihak menilai lambannya proses bisa menimbulkan kesan adanya tarik ulur kepentingan di balik kasus ini.
Dugaan pemalsuan surat diketahui terjadi di Puskesmas Harian, Kecamatan Harian, Kabupaten Samosir. Puskesmas adalah garda terdepan pelayanan kesehatan masyarakat. Jika benar terjadi manipulasi dokumen di sana, maka implikasinya langsung menyentuh kepercayaan masyarakat.
Penyidik Polda Sumut bahkan sudah melakukan cek tempat kejadian perkara (TKP) dan mendokumentasikan Puskesmas tersebut sebagai bagian dari rangkaian penyidikan.
Pemalsuan dokumen bukan sekadar pelanggaran administratif. Jika terjadi di instansi kesehatan, dampaknya bisa lebih luas. Dokumen palsu bisa berhubungan dengan laporan pasien, penggunaan anggaran, bahkan rekayasa program kesehatan.
Bagi masyarakat, pemalsuan dokumen kesehatan bisa berujung pada pelayanan yang tidak transparan, data pasien yang dimanipulasi, atau penyalahgunaan dana kesehatan. “Ini soal integritas. Kalau data dasar kesehatan saja bisa dipalsukan, bagaimana dengan laporan dana dan obat-obatan?” komentar salah satu pemerhati kebijakan publik di Tapanuli Raya.
Berdasarkan SP2HP, langkah penyidik sejauh ini meliputi:
1. Pemeriksaan 16 saksi termasuk pelapor.
2. Cek TKP dan dokumentasi di Puskesmas Harian.
3. Penyitaan barang bukti dokumen yang dipersoalkan.
4. Rencana tindak lanjut: mengirim barang bukti ke Laboratorium Forensik Polda Sumut untuk memastikan keaslian dokumen.
Namun, tahapan krusial berupa uji forensik dokumen inilah yang membuat proses memakan waktu lama. Tanpa hasil laboratorium, penyidik tidak bisa melangkah ke tahap penetapan tersangka.
Kasubdit II Harda Bangtah Ditreskrimum Polda Sumut, AKBP Alfian Tri Permadi, dalam surat resminya menyebut pihaknya akan segera mengirim barang bukti ke laboratorium forensik. “Kami siap melayani dengan cepat, tepat, transparan, akuntabel, dan tanpa imbalan,” demikian bunyi tagline di bawah surat tersebut.
Analisis: Lambannya Proses dan Pertaruhan Integritas
Meski penyidik sudah bekerja sesuai prosedur, publik tidak bisa menutup mata bahwa kasus ini berjalan terlalu lambat. Dari laporan 2023 hingga penyidikan 2025, jeda waktu lebih dari setahun memunculkan pertanyaan besar: apa yang menghambat?
Apakah ada kendala teknis, seperti keterbatasan laboratorium forensik? Ataukah ada kendala non-teknis, misalnya tarik ulur kepentingan dalam internal instansi?
Fakta bahwa dokumen palsu muncul di Puskesmas juga memantik spekulasi: apakah ini kasus tunggal atau ada pola sistemik? Jika terbukti surat dipalsukan untuk kepentingan laporan atau administrasi anggaran, maka kasus bisa melebar ke ranah dugaan tindak pidana korupsi atau penyalahgunaan jabatan.
Implikasi bagi Publik
Kasus ini bukan hanya urusan pelapor dan terlapor. Ada kepentingan publik yang besar di dalamnya. Puskesmas adalah pintu pertama masyarakat mengakses layanan kesehatan. Jika administrasi di dalamnya dipenuhi dokumen yang diragukan, maka kepercayaan publik akan runtuh.
Lebih jauh lagi, kasus ini menjadi cerminan bagaimana aparat penegak hukum bekerja. SP2HP memang bentuk transparansi, tapi ketika isinya menunjukkan proses yang berlarut-larut, publik bisa menilai bahwa kepolisian tidak cukup sigap menangani laporan warga.
Kasus dugaan pemalsuan surat di Puskesmas Harian, Samosir, kini memasuki babak penting. Barang bukti segera diuji di laboratorium forensik. Hasil uji ini akan menentukan apakah penyidik berani melangkah ke tahap berikutnya: menetapkan tersangka.
Pertanyaan mendasar masih menggantung: mengapa perkara yang sudah hampir dua tahun ini belum juga tuntas? Apakah benar ada hambatan teknis, atau justru ada kekuatan tak kasat mata yang menahan lajunya penyidikan?
Publik tentu menunggu jawaban. Karena di balik selembar surat palsu, bisa tersimpan persoalan besar: integritas pelayanan kesehatan dan kredibilitas penegakan hukum di negeri ini.
Ditempat terpisah media ini konfirmasi langsung kepada Pihak dr.Bilmar Delano Sidabutar melalui Kuasa Hukumnya Aleng Simajuntak, SH sabtu ,06/09/2025 mendesak Polda Sumut untuk segera menuntaskan Laporan kliennya. Agar tidak berlarut dan Jelas terinformasi ke Publik dan menjadi Masyarakat.”kita desak Polda Sumatera Utara untuk segera menetapkan para terlapor menjadi tersangka, karena sesuai Dumas Klien kami,bahwa hal pemalsuan Surat itu diduga kuat dilakukan. Untuk itu kami sebagai Kuasa Hukum mendesak Polda Sumut serius menangani kasus tersebut, Pungkasnya.(Red)