Kabupaten Tangerang, Harianmetropolis.com – Viralnya di Sosial media terkait adanya tindakan Polsek Rajeg yang Diduga Lambat menangani kasus Pasal 170 KHUP.
Jihan Mahes Fahlevi aktivis muda sekaligus ketua organisasi putera bangsa menggugat angkat bicara.
Dirinya mengatakan,”dimana letak keadilan di Indonesia ini jikalau aturan tersebut tidak di jalankan, padahal jelas jelas itu sudah SP2HP terakhir seharusnya langsung di tangkap ini malah melainkan diduga di perlambat”,tegasnya kepada awak media
” Korban itu bisa dikatakan orang tidak mampu dan setiap hari ibu korban menangis mendengar perlakuan yang terjadi kepada anaknya, pihak kepolisian masih ada yang baik hati kan? Apakah ga ketemu di Polsek Rajeg? apabila kalian tidak menemukannya? Dimana nilai perikemanusiaan yang adil dan beradab, ucapnya.
Lebih lanjut ia menjelaskan apabila Polsek Rajeg Diduga memang memperlambat kasus ini berarti benar disinyalir Kapolsek Rajeg dan jajaran nya abaikan undangan undangan polri nomor 2 tahun 2002.
Pahrul Muslimin S.H, M.H Aktivis Muda Menambahkan, Jika kasus ini tidak cepat di atasi maka kami akan lakukan upaya upaya terbaik untuk keluarga korban tambahnya.”
Di tempat terpisah, Aktivis Muda Kab Tangerang Jhonpera, Akan Kritisi Kinerja Polsek Rajeg, Mesti ada evaluasi terkait pelayanan yang terkesan lamban dalam tangani kasus 170 KUHP, pungkasnya.
Sementara itu Ahli hukum pidana internasional Mochamad Moro Asih, S.H., M.H., C.I.H., C.I.L., C.L.A menegaskan”
Dalam perkara tindak pidana Pasal 170 KUHP, aparat kepolisian sejatinya memiliki kewajiban menegakkan hukum secara tegas, adil, dan berimbang, baik terhadap pelaku maupun korban. Fakta bahwa status tersangka telah ditetapkan, pemanggilan sudah dilakukan, serta SP2HP telah diterbitkan, pada prinsipnya menunjukkan bahwa bukti permulaan dianggap cukup oleh penyidik”,tegasnya
Dirinya juga menjelaskan Alasan tidak dilakukan penahanan karena tersangka dalam keadaan sakit dan dianggap kooperatif dan berada dalam lindungan UU Perlindungan Anak dan Perempuan (UU PPA), perlu ditinjau secara kritis. Perlindungan hukum bagi anak dan perempuan memang diatur undang-undang, tetapi hal tersebut tidak serta merta menghapus kewenangan penyidik untuk melakukan penahanan apabila terpenuhi syarat objektif dan subjektif sebagaimana Pasal 21 KUHAP, yakni adanya kekhawatiran melarikan diri, merusak barang bukti, atau mengulangi perbuatan.
Dalam konteks ini, yang perlu digarisbawahi adalah kepastian hukum dan perlindungan hak korban. KUHAP mengamanatkan bahwa setiap proses penyidikan tidak boleh mengabaikan kepentingan korban. Jika korban merasa haknya diabaikan, hal itu dapat dipandang sebagai bentuk ketidakprofesionalan aparat penegak hukum,imbuhnya
Alasan Tersangka Kooperatif dan Dilindungi UU PPA
Dalih bahwa tersangka kooperatif bukan berarti polisi boleh mengabaikan kepastian hukum dan rasa keadilan korban.
Perlindungan UU PPA hanya berlaku bila tersangka adalah anak (di bawah 18 tahun) atau perempuan dalam konteks tertentu, tetapi itu bukan alasan hukum untuk tidak menahan bila syarat penahanan terpenuhi.
Jika tersangka memang anak, penanganannya tunduk pada UU SPPA (Sistem Peradilan Pidana Anak), tetapi bukan berarti bebas dari proses hukum.
– Pasal 170 KUHP adalah tindak pidana penganiayaan bersama-sama di muka umum yang secara hukum tergolong tindak pidana serius, karena ancamannya bisa sampai 5 tahun 6 bulan atau lebih tergantung akibat yang ditimbulkan.
– Dengan ancaman pidana di atas 5 tahun, seharusnya penahanan dapat dilakukan sesuai Pasal 21 ayat (4) KUHAP, sepanjang memenuhi syarat objektif dan subjektif.
Menurut IPDA Rani Purbawa Kasi Humas Polresta Tangerang saat di hubungi Via Pesan Singkat Whatsapp Menyampaikan “Saya tidak bisa intervensi terkait penyidikan Dan keterangan penyidik polsek Rajeg, alasan-alasan terkait upaya paksa yg dilakukan sudah di jelaskan kepada kedua Pengacaranya masing-masing
Dan itu merupakan kewenangan Penyidik”,jelasnya kepada awak media pada minggu (14/09/2025).
Sementara itu Kapolsek Rajeg dan Humas Polda Banten tidak menjawab saat dihubungi via pesan singkat whatsapp.
Hingga berita ini di terbitkan keluarga korban dan awak media masih menunggu jawaban ombudsman dan Polda Banten terkait masalah ini.