Bandar Lampung,Harianmetropolis.com –
Ketua Umum Dewan Pimpinan Daerah Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (DPD IMM) Lampung, Jefri Ramdani, menyoroti ketidakstabilan harga singkong di Lampung yang telah berlangsung selama berbulan bulan. Dalam pernyataannya, ia menegaskan bahwa kondisi ini sangat merugikan petani dan menunjukkan lemahnya perhatian pemerintah terhadap sektor pertanian.
“Harga singkong yang terus berada di bawah ekspektasi petani membuktikan adanya masalah serius dalam tata niaga komoditas ini. Padahal, Lampung merupakan salah satu daerah penghasil singkong terbesar di Indonesia,” ujar Jefri.
Gerakan Masyarakat terus digulirkan dari berbagai elemen masyarakat, termasuk petani dan kelompok tani, telah melakukan gerakan untuk mendorong stabilitas harga. Mulai dari aksi unjuk rasa, audiensi dengan pemerintah daerah, hingga pengajuan petisi kepada para pemangku kebijakan. Namun, upaya tersebut belum memberikan dampak yang signifikan. IMM Lampung berkomitmen akan ikut mendorong dan mengawal apa yang menjadi kehendak masyarakat.
“Gerakan ini seharusnya menjadi alarm bagi pemerintah. Dan gerakan ini harus menjadi gerakan bersama. Jika suara masyarakat tidak didengar, maka akan terjadi kekecewaan yang lebih besar, bahkan bisa memicu gejolak sosial,” Untuk itu sebagai agen perubahan IMM akan ikut mengumpulkan data dan analisis yang komprehensif untuk membuat gerakan lanjutan. tegas Jefri.
Menurutnya, salah satu penyebab ketidakstabilan harga ada dominasi yang menentukan harga di tingkat petani. Ditambah lagi, minimnya regulasi dan pengawasan dari pemerintah membuat petani berada dalam posisi lemah.
Lampung harus memaksimalkan kebijakan proteksi harga yang menjamin harga dasar singkong. Ketua DPD IMM Lampung mendorong pemerintah daerah untuk segera menetapkan regulasi harga minimum agar petani tidak terus merugi dan menindak yang tidak mematuhinya.
Selain itu, pemerintah harus memikirkan kurangnya hilirisasi Produk. Sebagian besar singkong di Lampung dijual dalam bentuk bahan mentah, tanpa proses hilirisasi. Padahal, pengembangan industri pengolahan singkong, seperti tepung tapioka atau produk olahan lainnya, dapat meningkatkan nilai jual dan stabilitas harga. Ini kritik terhadap pemerintah. Selain itu, kurangnya diversifikasi Pasar. Pasar ekspor singkong dari Lampung juga belum maksimal. Pemerintah daerah perlu membuka pasar baru, baik di tingkat nasional maupun internasional, untuk menyerap hasil produksi petani.
DPD IMM Lampung Mengutip data yang disampaikan oleh Kepala KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) Wilayah II, Wahyu Bekti Anggoro mengungkapkan hasil kajian KPPU atas tataniaga ubi kayu dan tepung tapioka di Provinsi Lampung menunjukkan bahwa struktur pasar pada industri tersebut berada pada struktur pasar oligopoli. Meskipun terdapat 45 Perusahaan tapioka di Provinsi Lampung, akan tetapi penguasaan pasar dari 4 Pelaku Usaha terbesar dapat menguasai konsentrasi rasio di atas 75 persen. Sepanjang tahun 2024 secara Nasional terdapat sekitar 267.062 ton tapioka impor yang masuk ke Indonesia dengan nilai impor berkisar 144 juta USD atau sebesar 2,2 triliun rupiah.
KPPU juga mendapati bahwa sepanjang tahun 2024 terdapat empat Perusahaan Produsen tepung tapioka yang memiliki pabrik pengolahan di Provinsi Lampung melakukan impor tepung tapioka dari Vietnam dan Thailand, dengan total jumlah impor sebesar 59.050 ton atau dengan nilai impor sebesar 32,2 juta USD atau setara dengan 511,4 milyar rupiah.
Mengutip data diatas Sebagai Ketua DPD IMM Lampung, Jefri mengajak seluruh pihak, termasuk pemerintah, akademisi, dan organisasi masyarakat, untuk duduk bersama mencari solusi terbaik. Ia juga menawarkan DPD IMM sebagai mitra strategis dalam merumuskan kebijakan yang berpihak kepada petani. Kami juga siap menjadi mitra kritis hingga turun ke jalan. DPD IMM Lampung mempunyai banyak cabang di kabupaten, 42 komisariat dan ribuan kader IMM. Saat ini kami sedang melakukan proses pengumpulan data dari seluruh cabang di Lampung.
Dengan adanya perhatian serius dari berbagai pihak, diharapkan harga singkong di Lampung dapat segera stabil, sehingga petani dapat kembali merasakan manfaat dari hasil kerja keras mereka.
Salam mahasiswa.
(Rian/A-PPI)