Serikat Pekerja Pertamedika Sambangi Kantor BUMN

Harianmetropolis.com, JAKARTA – Pegawai Pertamedika menuntut sejumlah hal. Salah satu di antaranya mengenai kesejahteraan pegawai, Jum’at (27/6)

‎Puluhan pegawai PT Pertamina Bina Medika IHC (Pertamedika), anak perusahaan layanan kesehatan PT Pertamina, melakukan unjuk rasa di berbagai titik pada Kamis, 26 Juni 2025.

‎Puluhan pegawai yang mengatasnamakan Serikat Pekerja Pertamedika IHC itu melakukan unjuk rasa di Gedung Kementerian BUMN, Danantara, Kemnaker, Grha Pertamina, dan Gedung DPR, Jakarta.

‎Ketua Umum Serikat Pekerja Pertamedika IHC, Gimbong Budhi Bakhtera mengatakan pegawai Pertamedika menuntut sejumlah hal. Salah satu di antaranya mengenai kesejahteraan pegawai.

‎Dalam hal ini, Gimbong mengatakan, perusahaan menerapkan kebijakan penghentian kenaikan golongan pekerja sejak dua tahun lalu. Kondisi itu menimbulkan ketidakadilan internal karena berdampak pada ketidakjelasan pembayaran bonus.

‎“Beberapa unit usaha yang telah mencetak laba belum merealisasikan pembayaran bonus bagi pekerja, tanpa penjelasan yang memadai,” kata dia dalam keterangan resmi pada Kamis, 26 Juni 2025. Tidak hanya itu, dia mengatakan, terdapat ketimpangan dalam pemberian insentif jasa kerja dan tunjangan. Ditemukan pula ketidaksesuaian penetapan nilai insentif jasa kelompok. “Beberapa unit dengan performa baik justru menerima nilai insentif jasa kelompok yang lebih rendah,” kata dia.

‎Gimbong mengatakan, ditemukan pula pekerja dengan status pegawai waktu tertentu (PWT) yang bekerja selama bertahun-tahun belum ada kejelasan pengangkatan. Selain itu, ada pegawai yang jenjang golongannya stagnan. Padahal, sudah memenuhi syarat kenaikan.

‎Di samping itu banyak unit usaha menghadapi kesulitan dalam pengadaan alat kesehatan. Pun kesulitan dalam peningkatan layanan kesehatan dan pemenuhan kebutuhan tenaga dokter spesialis tetap. “Keadaan ini berdampak pada penurunan daya saing rumah sakit,” kata dia.

‎Menurut Gimbong, keadaan itu karena perusahaan tidak menerapkan standar Pertamina Reference Level  sebagai acuan penggolongan pekerja. Keadaan itu menghambat proses harmonisasi sistem pengelolaan pekerja PT Pertamedika IHC dengan standar PT Pertamina Group.

‎Serikat pekerja juga menuntut mengembalikan kepemilikan penuh oleh negara atas PT Pertamedika IHC. Caranya dengan mengakhiri skema pendanaan strategis oleh pihak swasta. “Langkah ini penting untuk memastikan seluruh pengelolaan aset strategis tetap berada dalam kendali negara,” kata dia.

‎Serikat, kata Gimbong, juga menuntut Pertamedika dibebaskan dari penguasaan investor asing dan konglomerasi rumah sakit. Menurut Gimbong, penguasaan itu berpotensi menggerogoti dan menguasai sektor kesehatan dengan dalih investasi.

‎“Pendekatan kapitalis ini dapat melemahkan kontribusi Pertamina terhadap sektor kesehatan yang merupakan bagian dari hajat hidup rakyat Indonesia yang seharusnya dijamin oleh negara,” kata dia.

‎Gimbong pun meminta PT Pertamina (Persero) selaku Pemegang Saham Mayoritas dapat menempatkan Pekerjanya dalam jajaran Direksi Pertamedika IHC. Penempatan itu sebagai bentuk pengawasan terhadap pengelolaan dan mencegah terjadinya delusi atas kepemilikan saham Pertamina (Persero) di Pertamedika IHC.

‎Tidak hanya itu, serikat menuntut dikembalikannya entitas bisnis Pertamedika IHC dari seluruh anak perusahaannya. Menurut dia, sejak menjadi holding, tidak ada peningkatan kinerja yang signifikan.

‎Ditambah lagi, pembangunan Bali Internasional Hospital dan rumah sakit lainnya yang bukan milik Pertamina justru menggerogoti keuangan Pertamedika IHC. “Oleh karena itu, kami meminta agar Pertamedika IHC dikembalikan seperti dulu, sebelum menjadi holding rumah sakit,” kata dia.

‎Serikat juga menduga adanya pelanggaran prosedur dalam proses rekrutmen. Gimbong menduga ada proses rekrutmen pekerja di tingkat korporat yang terkesan tidak cermat. Proses itu diduga mengabaikan prinsip Tata Kelola Perusahaan yang baik serta tidak memperhitungkan kondisi keuangan perusahaan yang sedang menghadapi tekanan.

‎“Praktik ini dikhawatirkan dapat semakin membebani keuangan perusahaan dan menciptakan ketidakadilan internal,” kata dia.

‎Gimbong mengatakan, serikat juga menuntut dilakukan audit independen terhadap proyek-proyek yang telah atau sedang dilakukan Pertamedika IHC seperti proyek pembangunan Bali Internasional Hospital. Pun menuntut dilakukan audit pengadaan alat kesehatan, konsultan, hingga kondisi keuangan perusahaan.

‎Selain itu, Gimbong mengatakan, pihaknya melihat ada indikasi krisis finansial perusahaan. Salah satunya ditandai dengan defisit dalam laporan laba rugi.

‎Menurut Gimbong, kondisi ini menimbulkan kekhawatiran serius di kalangan pekerja mengenai keberlangsungan usaha dan potensi dampaknya terhadap pemenuhan hak-hak normatif maupun non-normatif pekerja.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *