“85 Persen Saja! Proyek Jalan Nasional Molosipat-Lambunu Gagal Tuntas Tepat Waktu, Masuk Masa Denda”

Tumpukan batu dan pasir yang belum terkelola dengan baik terlihat di ruas jalan Molosipat-Lambunu, (Foto Istimewa)

Harianmetropolis.com, Sulawesi Tengah – Proyek ambisius preservasi jalan nasional Molosipat-Lambunu, yang menjadi urat nadi transportasi masyarakat Sulawesi Tengah, gagal tuntas tepat waktu! Hingga batas akhir kontrak pada 31 Desember 2024, progres pekerjaan baru mencapai 85 persen, memaksa pelaksana proyek, PT Bina Kaili, untuk menyelesaikan sisa pekerjaan dalam masa denda.

Menurut Heriyanto, ST, MT, selaku PPK 2.1 Sulawesi Tengah, dalam konfirmasi melalui pesan WhatsApp, Minggu (29/12/2024), pihaknya mengakui keterlambatan tersebut. “Progres fisik hingga 31 Desember baru mencapai 85 persen. Sisanya akan kami kejar dalam masa denda sesuai mekanisme kontrak,” ungkapnya.

Masyarakat yang sehari-hari menggunakan jalur ini kini merasakan dampak ketidakselesaian proyek. Jalan yang belum selesai menimbulkan gangguan terhadap mobilitas, dan menambah kekhawatiran bagi pengguna jalan selama arus balik libur Natal dan Tahun Baru. “Kami berharap proyek ini selesai tepat waktu. Namun, kenyataannya masih jauh dari selesai,” ujar Ridwan, seorang sopir truk yang sering melintasi jalur tersebut.

Dalam kontrak proyek, denda keterlambatan diatur berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Pasal 56 Ayat (2) menyatakan bahwa jika pelaksana proyek terlambat menyelesaikan pekerjaan, maka dapat dikenakan denda sebesar 1/1000 dari nilai kontrak per hari keterlambatan. Dengan nilai proyek sebesar Rp25,92 miliar, PT Bina Kaili dapat menghadapi denda yang cukup besar setiap harinya. Namun, apakah denda ini cukup untuk memastikan proyek selesai tepat waktu dan dengan kualitas yang memadai?

Yudi Prasetyo, seorang tokoh pemuda kab. parigi moutong, menilai bahwa keterlambatan ini menunjukkan pentingnya pengawasan yang lebih ketat selama proses pelaksanaan proyek. “Pengawasan yang lebih intensif sangat diperlukan. Denda saja tidak cukup tanpa ada jaminan kualitas dalam penyelesaian proyek,” ujarnya.

Sorotan kini tertuju pada Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Sulawesi Tengah yang bertanggung jawab atas proyek ini. Berbagai pihak berharap agar dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap kinerja kontraktor, serta penerapan sanksi yang lebih tegas jika proyek ini tidak selesai tepat waktu dan dengan kualitas yang optimal.

Keterlambatan ini tidak hanya berimbas pada ketidaknyamanan pengguna jalan, tetapi juga berdampak pada sektor ekonomi lokal. Pedagang dan pengusaha yang mengandalkan kelancaran transportasi kini harus menanggung waktu tempuh yang lebih lama dan biaya transportasi yang meningkat.

Apakah proyek ini akan menjadi catatan panjang kegagalan dalam infrastruktur pemerintah? Atau akan ada langkah nyata dari pemerintah dan kontraktor untuk memastikan proyek ini selesai sesuai dengan rencana dan memberikan manfaat bagi masyarakat? Semua pihak kini berharap ada solusi konkret dan evaluasi menyeluruh agar proyek ini dapat segera tuntas dan berfungsi dengan baik.

Pos terkait